Sabtu, 10 Desember 2011

Gerombolan Kera Rusak Tanaman Kakao


Tampaknya pilihan petani di Empat Lawang beralih tanam dari menanam kopi ke kakao tidak begitu berjalan dengan baik. Pasalnya, tanaman kakao yang sekarang ini sebagian besar sudah berbuah dan masuk masa panen banyak diserang hama.
Para petani pun menjadi kwalahan dibuatnya, karena berbagai jenis hama yang menyerang tanaman ini, mulai dari binatang kecil hingga binatang berbadan besar, seperti bajing, kera dan hama lainnya. Berbagai usaha telah dilakukan, pemberian insektisida ataupun racun pembunuh jenis timex, namun hasilnya tidak terlalu berpengaruh dengan populasi binatang pemakan buah tersebut.
setelah buah kakao dirusak, selain buah sudah berlobang dengan biji yang sudah habis dimakan, warna buah berubah cokelat kehitaman dan busuk. Karena itu, dipastikan buah tersebut tidak dapat diolah, karena biji yang nantinya akan diolah menjadi bubuk cokelat itu, sudah habis dan tidak bisa dimanfaatkan.
Menurut beberapa petani, sebagian besar petani kakao di Empat Lawang ini sudah kwalahan membasmi hama dan hewan perusak tanaman itu, terutama binatang jenis kera itu. Hewan yang notabenenya hewan hutan ini bila menyerang perkebunan tidak tanggung-tanggung, satu kelompoknya mencapai puluhan ekor. Apabila kebun kakao ini diserang, dengan sekejap sudah banyak buah yang habis dan dimakan. Tidak hanya itu, binatang ini tidak jarang melakukan perusakan dengan mematahkan cabang pohon tersebut.
“Bertanam kakao ini boleh dikatakan enak dan tidak enak, bagaimana tidak banyak binatang yang suka dengan buah ini. Ya, kita sudah berusaha melakukan pencegahan, bahkan memberikan racun, namun itu tidak begitu menuai hasil,” ujar Yar, salah seorang petani di Desa Batu Raja Baru, Kecamatan Tebing Tinggi.
Dikatakan, kalaupun bukan banyak hama ataupun binatang yang menyerang tanaman ini, bercocok tanam kakao ini cukup menjanjikan. Namun, karena terkendala dengan itu, hasil panennya tidak begitu baik. “Ya, harga jualnya juga cukup tinggi, tidak kalah dengan harga kopi. Selain itu, panenya tidak tergantung musim seperti kopi yang panennya satu kali dalam setahun, melainkan bila sudah berbuah setiap harinya bisa panen,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Kepala Desa Batu Raja Baru Hendra, mengungkapkan, keresahan warga desanya sudah terjadi sejak dulu, dan hingga sekarang pihaknya masih belum bisa mencari solusi dalam mengatasi hama Kera. Berbagai upaya pernah dilakukan pihaknya beserta warga desa setempat, mulai dari memperketat penjagaan sebagai antisipasi datangnya hewan liar tersebut, bahkan tak jarang warga setempat mengusir bahkan hingga membunuh hama Kera dengan cara menembaknya menggunakan senapan angin. Namun, semuanya hanya bersifat sementara, hewan tersebut tetap saja berkeliaran bebas dan merusak karet warga.
“Kami bingung bagaimana mengatasi hama Kera. Diusir bahkan banyak juga yang ditembak hingga mati, toh Kera yang lain tetap saja berkeliaran. Tidak ada habis-habisnya karena populasi Kera sangat besar di desa ini,” ujarnya.
Hampir 60 persen dari jumlah penduduk desanya yang mencapai sekitar 5.174 jiwa dengan 524 Kepala Keluarga (KK) merupakan petani karet, sedangkan sisanya petani sawah, kopi, kakao dan lainnya. Dengan kondisi yang seperti ini, dirinya merasa khawatir terhadap warga desanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi sampai sekarang pun kondisi perekonomian masih belum stabil, harga kebutuhan hidup makin tinggi, sedangkan harga karet masih belum stabil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar