Tampaknya pilihan petani di Empat Lawang beralih tanam dari
menanam kopi ke kakao tidak begitu berjalan dengan baik. Pasalnya, tanaman
kakao yang sekarang ini sebagian besar sudah berbuah dan masuk masa panen
banyak diserang hama.
Para petani pun menjadi kwalahan dibuatnya, karena berbagai
jenis hama yang menyerang tanaman ini, mulai dari binatang kecil hingga
binatang berbadan besar, seperti bajing, kera dan hama lainnya. Berbagai usaha
telah dilakukan, pemberian insektisida ataupun racun pembunuh jenis timex,
namun hasilnya tidak terlalu berpengaruh dengan populasi binatang pemakan buah
tersebut.
setelah buah kakao dirusak, selain buah sudah berlobang
dengan biji yang sudah habis dimakan, warna buah berubah cokelat kehitaman dan
busuk. Karena itu, dipastikan buah tersebut tidak dapat diolah, karena biji
yang nantinya akan diolah menjadi bubuk cokelat itu, sudah habis dan tidak bisa
dimanfaatkan.
Menurut beberapa petani, sebagian besar petani kakao di
Empat Lawang ini sudah kwalahan membasmi hama dan hewan perusak tanaman itu,
terutama binatang jenis kera itu. Hewan yang notabenenya hewan hutan ini bila
menyerang perkebunan tidak tanggung-tanggung, satu kelompoknya mencapai puluhan
ekor. Apabila kebun kakao ini diserang, dengan sekejap sudah banyak buah yang
habis dan dimakan. Tidak hanya itu, binatang ini tidak jarang melakukan
perusakan dengan mematahkan cabang pohon tersebut.
“Bertanam kakao ini boleh dikatakan enak dan tidak enak,
bagaimana tidak banyak binatang yang suka dengan buah ini. Ya, kita sudah
berusaha melakukan pencegahan, bahkan memberikan racun, namun itu tidak begitu
menuai hasil,” ujar Yar, salah seorang petani di Desa Batu Raja Baru, Kecamatan
Tebing Tinggi.
Dikatakan, kalaupun bukan banyak hama ataupun binatang yang
menyerang tanaman ini, bercocok tanam kakao ini cukup menjanjikan. Namun,
karena terkendala dengan itu, hasil panennya tidak begitu baik. “Ya, harga
jualnya juga cukup tinggi, tidak kalah dengan harga kopi. Selain itu, panenya
tidak tergantung musim seperti kopi yang panennya satu kali dalam setahun,
melainkan bila sudah berbuah setiap harinya bisa panen,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Kepala Desa Batu Raja Baru Hendra,
mengungkapkan, keresahan warga desanya sudah terjadi sejak dulu, dan hingga
sekarang pihaknya masih belum bisa mencari solusi dalam mengatasi hama Kera.
Berbagai upaya pernah dilakukan pihaknya beserta warga desa setempat, mulai
dari memperketat penjagaan sebagai antisipasi datangnya hewan liar tersebut,
bahkan tak jarang warga setempat mengusir bahkan hingga membunuh hama Kera
dengan cara menembaknya menggunakan senapan angin. Namun, semuanya hanya
bersifat sementara, hewan tersebut tetap saja berkeliaran bebas dan merusak
karet warga.
“Kami bingung bagaimana mengatasi hama Kera.
Diusir bahkan banyak juga yang ditembak hingga mati, toh Kera yang
lain tetap saja berkeliaran. Tidak ada habis-habisnya karena populasi Kera
sangat besar di desa ini,” ujarnya.
Hampir 60 persen dari
jumlah penduduk desanya yang mencapai sekitar 5.174 jiwa dengan 524 Kepala
Keluarga (KK) merupakan petani karet, sedangkan sisanya petani sawah, kopi,
kakao dan lainnya. Dengan kondisi yang seperti ini, dirinya merasa khawatir
terhadap warga desanya untuk memenuhi kebutuhan hidup, apalagi sampai sekarang
pun kondisi perekonomian masih belum stabil, harga kebutuhan hidup makin
tinggi, sedangkan harga karet masih belum stabil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar